Senin, 27 Juli 2009

PENELITIAN TINDAKAN KELAS & OLEH-OLEH DARI MUTHAHHARI

MAKALAH
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
Drs. Tongato, M.Si.

Tampaknya kegiatan penelitian merupakan sesuatu yang belum familiar dalam aktivitas kehidupan guru. Guru identik dengan proses pembelajaran dalam kelas. Bahkan sebagian guru menganggap bahwa proses pembelajaran menjadi satu-satunya tugas kependidikan. Mereka telah mendarah-daging dengan aktivitas keseharian ini. Seolah tiada dunia lain yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya untuk lebih mengaktualisasikan proses pembelajaran di kelas; untuk lebih menggali berbagai potensi dalam diri peserta didik yang sudah semestinya menjadi aktual.
Kiranya, berangkat dari keadaan inilah Pimpinan Yayasan PKP DKI Jakarta tergerak untuk mengadakan Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) bagi guru yang telah terlaksana dengan baik 15 dan 16 Desember 2006 yang baru lalu. Follow up pelatihan itu dalam waktu dekat ini akan segera diikuti dengan realisasi PTK oleh guru-guru yang telah mengikuti pelatihan di setiap jenjang unit satuan pendidikan di lingkungan PKP. Ini merupakan langkah maju dan tampaknya akan membawa preseden yang baik bagi peningkatan mutu pembelajaran ke depan.
PTK sebagaimana penelitian yang lain, tentunya akan membawa guru yang terlibat dalam penelitian akan bersikap kritis dan memunculkan courousity, sikap ingin tahu. Dengan demikian diharapkan guru akan selalu berusaha mempertanyakan dengan kreatif segala sesuatu yang telah menjadi kebiasaan dalam proses pembelajaran. Kebiasaan yang sudah “baku-membeku” yang tampak sudah seharusnya segera dipertanyakan kembali.
Mempertanyakan kebiasaan ataupun metode pembelajaran yang sudah baku dengan PTK, bukanlah dimaksudkan untuk merongrong kebiasaan yang sudah baik itu. Kita hanya ingin meyakinkan diri kita, apakah dibalik sesuatu yang sudah baik ada yang lebih baik dan lebih efektif lagi dalam proses pembelajaran. Atau justru ada kebaikan lain yang perlu kita kembangkan yang selama ini kita belum ketahui. Dengan demikian, tentunya PTK disamping akan menguji apa yang sudah baik, tapi juga akan menemukan metode yang baik yang lain. Disini, kita harus juga mengakui bahwa baik saja tidaklah cukup dalam era kemajuan teknologi yang demikian pesat perkembangannya saat ini. Baik dan tepat serta cepat merupakan kombinasi yang perlu dikembangkan dalam proses pembelajaran dalam mengaktualisasi potensi peseta didik.
Untuk dapat memperoleh hasil yang maksimal dalam penelitian, seorang peneliti harus memiliki komitmen yang kuat untuk dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Ia tidak takut mengalami kegagalan demi kegagalam dalam melakukan penelitian. Justru kegagalan-kegagalan itu akan menjadi tangga menuju kepada suatu penemuan sebagai hasil penelitian.
Dalam kaitan ini, kita bisa belajar dari kegagalan demi kegagalan yang dialami Thomas Alfa Edison, penemu ulung. Edison melakukan 9.000 percobaan untuk menyempurnakan bola lampunya dan lebih dari 50.000 percobaan untuk menemukan aki. Ketika ditanya, tentang sikapnya dalam menghadapi kegagalan demi kegagalan dalam berbagai percobaannya, ia menyatakan dengan lembut bahwa kegagalan demi kegagalan yang dialaminya merupakan penemuan ribuan benda yang tidak bisa dihindari dalam proses menuju satu penemuan yang berhasil.
Kita barangkali tidak harus berlaku seperti Thomas Alfa Edison. Ada contoh kasus yang menarik berkenaan dengan PTK ini, yakni apa yang dilakukan Maria Montesori dalam merubah metode pembalajaran di Taman Kanak-kanak seperti dimuat dalam buku Sepuluh Cara Jadi Orang yang Jenius Kreatif karya Tony Buzan. Diceritakan bahwa pada awal 1900-an, dunia pendidikan Taman Kanak-kanak dan sekolah dasar, dibangun dan diajarkan dari sudut pandang orang dewasa. Kursi dan mejanya berukuran besar, kasar dan berat; susunannya bersifat kaku. Murid-muridnya harus berperilaku mengikuti peraturan militer. Tanpa warna dan hambar, tidak menyertakan unsur-unsur alam. Selama belajar, murid-murid harus diam, dilarang mengajukan pertanyaan. Pelajarannya hanyalah membaca, menulis dan aritmatika, tanpa ada kreatifitas.
Melihat keadaan yang demikian, Maria Montesori kemudian berusaha menempatkan diri dalam benak anak berusia Taman Kanak-kanak dan sekolah dasar dan merintis lingkungan pendidikan bagi mereka. Sejak itu, muncullah sekolah Montesori dimana meja, kursi dan bangku dirancang untuk tubuh-tubuh yang masih kecil. Ruang kelasnya dicat dengan penuh warna dengan pajangan benda-benda yang indah dan penuh wangi. Alam menjadi bagian ruang kelas dalam bentuk tanaman dalam pot, akuarium dan hewan peliharaan. Murid-murid boleh tidak diam, pertanyaan dihargai dan kreatifitas anak dikembangkan.
Ada satu contoh lagi yang perlu kita simak juga berkenaan dengan PTK ini. Dalam majalah Tempo, 25 -31 Desember 2006, edisi khusus tokoh pilihan, menampilkan 10 tokoh muda yang mengubah Indonesia. Dari kesepuluh tokoh muda itu, ada Septi Peni Wulandari, seorang ibu rumah tangga yang berhasil menemukan metode Jarimatika, kependekan dari jari dan matemetika. Penemuan metode Jarimatika yang kini sudah digunakan secara luas di tanah air, bermula dari kebingungan Septi dalam mengajari anak sulungnya belajar berhitung saat masih TK. Berbagai cara dilakukan, termasuk dengan sempoa. Namun, anaknya tak paham juga dan memilih jari untuk bantuan. Dari sinilah, Septi kemudian mengotak-atik jari tangannya untuk menghitung yang dikombinasikan dengan metode kumon dan sempoa.
Kombinasi metode kumon, sempoa dan jari untuk belajar menghitung temuan Septi itu yang disebut Jarimatika ternyata berhasil membuat anak sulungnya mahir matematika dan menggemarinya. Atas keberhasilannya ini, Septi menulis buku metode Jarimatika yang sudah dicetak ulang dan mendirikan Lembaga Jarimatika Center Indonesia yang kini memiliki 29 kantor cabang di Jawa, Sumatra dan Papua.
Demikian beberapa contoh penemuan yang tampaknya perlu kita rintis dalam bidang pembelajaran di kelas. Apa yang telah dilakukan Edison, Montesori dan Septi, awalnya merupakan sesuatu yang ada di lingkungan mereka sebagai sesuatu yang wajar bagi kebanyakan orang. Rupanya, mereka jeli bahwa ada permasalahan yang perlu diteliti dan dipecahkan jalan terbaiknya. Tentunya, dalam kebiasaan kita mengajar sehari-hari, pastilah ada sesuatu yang mesti kita ketemukan permasalahannya untuk kemudian kita temukan sesuatu yang baru, sesuatu yang lebih dalam menggali dan mengembangkan potensi peserta didik. Selamat meneliti!****





OLEH OLEH DARI MUTHAHHARI
Oleh : Drs. Tongato, M.Si.

Berangkat dari keinginan untuk menjadikan PKP sebagai centre of execelent dalam bidang pendidikan, maka Badan Pengurus memberangkatkan rombongan pegurus, kepala satuan unit, guru dan karyawan untuk melakukan studi komparatif ke SMA Plus Muthahhari, Bandung (17/1). SMA Plus Muthahhari dipilih sebagai sasaran studi komparatif, bukan saja sekolah yang menyatakan diri sebagai Sekolah Para Juara itu telah menjadi Sekolah Model Depdiknas untuk Pembinaan Budi Pekerti (2002), tapi juga sekolah Percontohan Depdiknas untuk Kurikulum Berbasis Kompetensi (2002-2004) dan juga Sekolah Percontohan Depdiknas untuk Penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi (2005).
SMA Plus Muthahhari menggunakan tiga kurikulum sekaligus, yakni Kurikulum Nasional (regular), Kurikulum Yayasan, dan Kurikulum Murid (X-Day). Kurikulum Nasional diaplikasikan dengan beberapa modifikasi seperti test out dan program akselerasi. Kurikulum Yayasan terdiri dari Life Skill, Penguasaan teknologi computer dan internet, Bahasa Inggris Plus, Bahasa Arab, Dirasah Islamiyyah: Basic Islam, ‘Ulumul Qur’an, Ulumul Hadist, Ushul Fiqh, Fiqh al-Muqaran, Tarikh (Indoor) Spiritual Camp, Spiritual Workcamp, Kunjungan Keagamaan, dan Pesantren Ramadhan (Outdoor). Sedangkan Kurikulum Murid merupakan kurikulum sesuai permintaan murid. Diajarkan khusus pada hari Rabu, meliputi Bahasa: Jerman, Perancis, Jepang, Arab, Persia, Jurnalistik, Sastra dll; Kesenian: Nasyid, Desain Grafis, Paduan Suara, Teater, Gitar, Seni Tradisional, Animasi, Tari, dll; Olahraga: Sepakbola, Basket, Bulutangkis, Tenis Meja, Beladiri, Tenis dan sebagainya. Begitu pula ragam organisasi yang dapat diikuti sesuai minat murid.
Sebagai ruh yang melandasi penyelenggaraan pendidikannya, SMA Plus Muthahhari menerapakan konsep filosofi pendidikan Dr. Jalaluddin Rakhmat, M.Sc, founding fathernya bahwa (1) Pendidikan harus memperhatikan perpaduan antara tubuh dengan jiwa; (2) Manusia memiliki kemampuan yang hamper tidak ada batasnya; dan (3) Ajaran agama yang mengantarkan murid pada proses kembali kepada Tuhan. Aplikasi filosofi pendidikan yang demikian dilaksanakan dengan metode pendidikan yang menciptakan lingkungan fisik yang menyenangkan, penyertaan musik dalam pengajaran, modeling, menanamkan rasa bangga, berfikir positif dan menghindari kritik. Sedangkan metode pengajarannya menggunakan Accelerated Learning, E-Learning, Multiple Intelligences dan Special Treatment for Special Students.
Yang membedakan SMA Plus Muthahhari dengan sekolah yang lain diantarannya perpustakaan dengan ribuan judul berbahasa Indonesia, Inggris, Jerman, Arab dan Parsi, Jambore Science, Resital, selain juga SMUTHPoints. Yang terakhir ini menarik, karena berkenaan dengan bagaimana melayani murid dalam proses pendidikan. Dalam SMUTHPoints ini setiap murid memperoleh poins 100. Point 100 ini akan berkurang manakala murid melakukan pelanggaran tata tertib. Namun, point yang sudah berkurang dapat kembali 100 manakala murid yang melakukan pelanggaran tata tertib segera melakukan kebaikan tertentu. SMUTHPoints menarik karena ada peluang murid untuk memperbaiki diri manakala telah melanggar peraturan.
Dalam menanggani murid yang melakukan pelanggaran tata tertib, guru tidak akan pernah menggunakan hukuman yang bersifat fisik seperti lari, scot jump dll. Hukuman yang bersifat fisik ini telah diganti dengan hukuman yang lebih “menyentuh emosi” peserta didik. Contoh, murid yang melanggar peraturan tertentu diminta untuk tinggal di Panti Jompo untuk mencuci pakaian penghuninya. Ini relative menyentuh, karena anak diingatkan bahwa dirinya suatu saat akan tua renta seperti mereka.
Demikian beberapa oleh-oleh dari SMA Plus Muthahhari, Bandung. Barangkali yang terpenting sebagai hasil studi komparatif itu, bukanlah meniru apa yang ada di SMA Muthahhari. Tapi, tampaknya kita harus melihat kedalam diri, potensi apa yang perlu digali dan penting dikembangkan dari PKP, sehingga tidak mengekor kesuksesan lembaga lain. Penggalian potensi diri yang dilakukan dengan penuh komitmen, tentunya akan menjadikan PKP memiliki brand tersendiri sebagai trade mark-nya.***

1 komentar:

  1. 1xbet korean【Malaysia】⚡【WG98.VIP】⚡
    1xbet korean,【WG98.vip】⚡, ⚡, 【VIP】⚡【Malaysia】⭐️, 【阅读全文】⭐️. скачать 1xbet ⚡【Malaysia】➤【VIP】⛡.

    BalasHapus