Senin, 27 Juli 2009

MENGELOLA KELAS YANG DINAMIS

MENGELOLA KELAS YANG DINAMIS
Drs. Tongato, M.Si.*

Kini cara mengajar guru kita di kelas harus telah berubah. Kalau dulu guru-guru kita mengajar dengan cara mendidik, membimbing atau melatih. Dalam hal ini, guru sebagai satu-satunya sumber belajar yang mengetahui segala hal. Masa depan peserta didik, ada di tangan para guru. Ibaratnya, merah-hitamnya peserta didik tergantung gurunya.
Paradigma pendidikan seperti itu kini telah berubah. Guru bukan lagi sebagai satu-satunya sumber belajar, melainkan sebagai salah satu sumber belajar. Dalam paradigma ini, guru tidak lagi berperan sebagai pemberi/pengisi botol kosong. Tapi, guru harus bertindak sebagai orang yang membuat suasana kondusif agar peserta didik bisa belajar dengan nyaman. Guru harus mengupayakan tumbuh dan berkembangnya simpul-simpul saraf peserta didik dalam suasana yang nyaman dan menyenangkan untuk belajar (joy of learning).
Perubahan paradigma mengajar ini mengharuskan guru mengubah diri dari sumber belajar menjadi pencipta suasana pembelajaran. Guru bertindak sebagai sutradara dan peserta didik sebagai aktornya. Kondisi ini mengharuskan hadirnya kreativitas dan inovasi guru dalam mengelola kelas agar benar-benar dinamis dan menyenangkan. Apa yang kita kenal dengan “Quantum Learning” dan “Quantum Teaching”, pada hakikatnya merupakan pengembangan suatu model dan strategi pembelajaran efektif dalam suasana yang menyenangkan dan penuh gairah serta bermakna sebagaimana dimaksud dalam paradigma baru mengajar ini.
Perubahan paradigma mengajar guru ini merupakan tuntutan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terlebih di abad 21 ini. Orientasi paradigma baru pembelajaran haruslah segera direalisasikan dalam pembelajaran di kelas-kelas. Menurut Robert B. Tucker, sebagaimana dikutip Prof. Dr. H.M. Entang (2008), pakar pendidikan Universitas Pakuan, Bogor, ada 10 tantangan abad 21 yang meski kita sikapi dengan antusias agar tetap bisa eksis dalam kemajuan peradaban masyarakat dunia melalui pembelajaran di kelas-kelas. Sepuluh tantangan tersebut yakni : (1) Kecepatan, stakeholder menuntut layanan cepat dan akurat; (2) Kenyamanan, layanan yang nyaman, baik lingkungan fisik, maupun lingkungan sosial-psikologik; (3) Gelombang Generasi, generasi berbeda memiliki karakter dan tuntutan yang berbeda; (4) Adanya Banyak Pilihan, banyaknya pilihan yang bervariasi dalam kehidupan; (5) Ragam Gaya Hidup, menuntut layanan berbeda; (6) Kompetisi Harga, layanan lebih baik dengan harga lebih murah; (7) Pertambahan Nilai, layanan produk memiliki nilai tambah tersendiri; (8) Layanan Pelanggan, menjadi lebih baik, lebih baru, lebih cepat, lebih murah dan lebih sederhana; (9) Teknologi sebagai Andalan, serba modern, canggih, efektif, dan efisien; (10) Jaminan Mutu, kualitas jasa dan produk.
Guru sebagai garda terdepan bidang pendidikan, tentunya harus menyadari dan merespon dengan antusias akan keberadaan tantangan abad ke-21 ini. Tantangan tersebut haruslah diimplementasikan dalam proses pembelajaran yang dinamis. Harus disadari bahwa peserta didik merupakan tunas bangsa dan generasi penerus yang sudah seharusnya mempersiapakan diri di tengah-tengah pergulatan abad ke 21.
Bagaimana caranya mengelola kelas yang dinamis agar kita bisa berkontribusi terhadap peserta didik dalam menyikapi tantangan abad 21? Dalam hal ini, UNESCO secara makro telah telah mengintrodusir pilar pendirian tentang pendidikan yang meliputi Learning to Know, Learning to Do, Tearning to Be, Learning to Live Together, dan Learning How to Learn.
Dalam tataran praktis, Utomo Dananjaya, Pakar Pendidikan Universitas Paramadina mengemukakan, perubahan paradigma baru pembelajaran membutuhkan hadirnya guru yang kompeten. Guru yang kompeten adalah guru profesional, guru yang mampu memberikan pelayanan ahli dalam pengelolaan kelas yang berpusat pada peserta didik yang ditandai oleh adanya (1) Peserta didik aktif, guru sebagai fasilitator; (2) Materi individual; (3) Sumber belajar tak terbatas; (4) Peserta didik memproduksi hasil belajar; (5) Menilai sendiri atau sesama warga belajar; (6) Belajar tak terbatas lokal; dan (7) Belajar sepanjang hayat.
Selanjutnya, pengelolaan kelas yang dinamis haruslah menghadirkan kegembiraan peserta didik. Kegembiraan di sini, sebagaimana dikemukakan Dave Meier (2002) haruslah bisa membangkitkan minat, adanya keterlibatan penuh peserta didik, serta terciptanya makna, pemahaman, dan nilai yang membahagiakan peserta didik. Bobbi DePorter dan Mike Hernacki (1999) membahasakan kegembiraan itu dengan terbangunnya emosi positif peserta didik. Guru yang mampu mengalirkan emosi positif dalam proses pembelajaran, tentunya ia akan menghadirkan suasana kelas yang dinamis.
Dalam merealisasikan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik ini, dapat digunakan medium yang sudah dikenal seperti show and tell, morning talk, jurnal, project of inquiry, case study, sosiodrama, games atau structured experiences. Medium ini dapat digunakan sebagai upaya mewujudkan suasana dan proses pembelajaran peserta didik aktif dan menyenangkan dalam mengembangkan potensi diri. Apabila hal ini diupayakan, maka kita bisa berharap akan lahirnya generasi baru yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan yang kokoh, mampu mengendalikan diri, berkepribadian, memiliki kecerdasan paripurna, akhlak mulia dan keterampilan yang bermanfaat. Wallahu a’lam bisshawab***
* Guru SMA PKP Jakarta Islamic School, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar